Wednesday 19 July 2023

Perayaan Tahun Baru Islam dalam Tinjauan Syariat

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu 'anhu berkata,

قدم النبي ﷺ ولأهلِ المدينة يومان يلعبون فيهما في الجاهلية فقال : قدمتُ عليكم ولكمْ يومانِ تلعبون فيهما في الجاهليةِ وقد أبدلكُم اللهُ بهما خيرا منهما : يوم النحرِ ويوم الفطرِ
“Tatkala Nabi ﷺ mendatangi Madinah penduduk Madinah punya dua hari raya yang mereka bersuka cita di dalamnya sejak masa jahiliah. Maka beliau ﷺ berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian memiliki dua hari raya yang kalian isi dengan bersuka cita sungguh Allah telah menggantikan keduanya dengan perayaan yang lebih baik yaitu hari raya Iedul Adh-ha dan Iedul Fithri.”
(HR. Abu Dawud 1134, An-Nasa'i 1556, Ahmad 12006 dengan sanad yang shohih)

Hadits ini menunjukkan bahwa hari perayaan ketetapannya kembali kepada ketentuan syariat bukan mengikuti tradisi dan adat. Sehingga Rosulullah ﷺ melarang mengadakan perayaan yang tidak beliau ajarkan meski dianggap baik.
Begitu pula para shohabat Nabi yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali tidak pernah dalam sejarah kekholifahan mereka mengadakan perayaan tahun baru Islam. Demikian dijelaskan oleh para ulama.
Jika itu baik tentu mereka sudah mendahului kita mengadakannya karena mereka yang lebih bersemangat mengikuti kebaikan dan mencontohkannya ketimbang generasi belakangan.
Syaikh Al-'Allamah Bakr Abu Zaid berkata,
"Tidak ada satupun riwayat yang tsabit (akurat) mengenai dzikir maupun doa awal tahun pada bulan Muharrom. Sungguh manusia telah mengada-ngada dalam perkara ini baik lafal-lafal doa (yang dikhususkan), dzikir-dzikir, perayaan, puasa awal tahun, dan menghidupkan malam dari awal bulan Muharrom."
(Tash-hihud Du'a hlm. 107)
Maka yang diperlukan bagi umat Islam dalam menyambut tahun baru ini adalah memperbaiki amalan sesuai dengan ilmu dan sunnah (petunjuk) Nabi ﷺ. Karena bukti cinta kita kepada Allah dan kepada Islam hanyalah dengan mengikuti sunnah beliau ﷺ.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.