Monday 27 January 2020

Sikap Muslim Menghadapi Virus Corona

Benarkah Tidak Ada Wabah Penyakit Menular dalam Pandangan Islam?

Ada sebagian kecil kaum Muslimin percaya, bahwa wabah atau penyakit menular tidak ada. Hal ini mereka dasarkan pada hadis:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ النَّبيُّ : لاَ عَدْوَى, وَلاَ طِيَرَةَ , وَأُحِبُّ الْفَأْلَ الصَّالِحَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
Tidak ada penyakit menular dan thiyarah (merasa sial dengan burung dan sejenisnya), dan saya menyukai ucapan yang baik.” [HR. Muslim no. 2223]

Hal ini tentu kelihatannya bertentangan dengan kenyataan yang ada, di mana kita melihat banyak sekali wabah dan penyakit yang menular. Wabah ini bahkan bisa merenggut nyawa sekelompok orang dengan cepat.



Sebagaimana telah kita ketahui bersama, hari-hari ini dunia dikejutkan dengan mewabahnya virus Corona di Cina. Semakin menakutkan lagi, virus ini telah menyebar ke berbagai negara lainnya, dan dikatakan hingga saat ini belum ada obatnya.

Perlu diketahui, sesungguhnya ada juga dalil-dalil lain yang menunjukkan, bahwa Islam juga mengakui adanya wabah penyakit menular. Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ bersabda:

لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.” [HR. Bukhari no. 5771 dan Muslim no. 2221]

Dan sabda beliau ﷺ:

فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ

Larilah dari penyakit kusta, seperti engkau lari dari singa.” [HR. Muslim: 5380]

Maka kompromi hadis-hadis ini:
Maksud dari hadis pertama yang menafikan penyakit menular adalah penyakit tersebut tidak menular dengan sendirinya, tetapi menular dengan KEHENDAK dan TAKDIR Allah.

Imam Nawawi berkata:
Maksud hadis “Tidak ada penyakit menular” adalah untuk meniadakan menularnya penyakit seperti keyakinan orang-orang jahiliyyah, yaitu bahwa penyakit itu menular dengan sendirinya, bukan karena takdir Allah.

Sedangkan maksud hadis “Unta yang sakit jangan dikumpulkan dengan unta sehat” adalah arahan agar menjauhkan diri dari sebab-sebab penyakit, dengan takdir Allah.

Jadi beliau meniadakan menularnya penyakit dengan sendirinya, dan tidak meniadakan adanya penyakit menular dengan takdir Allah. Dan beliau mengarahkan agar menjauhi sebab-sebab yang bisa menimbulkan penyakit. Cara alternatif ini merupakan pendapat benar Mayoritas Ulama yang harus dianut. [Syarh Shahih Muslim 14/434]

Berikut keterangan dari Al-Lajnah Ad-Daimah (semacam MUI di Saudi):

العدوى المنفية في الحديث هي: ما كان يعتقده أهل الجاهلية من أن العدوى تؤثر بنفسها، وأما النهي عن الدخول في البلد الذي وقع بها الطاعون فإنه من باب فعل الأسباب الواقية.

Wabah yang dinafikan dari hadis tersebut, yaitu apa yang diyakini oleh masyarakat jahiliyah, bahwa wabah itu menular dengan sendirinya (tanpa kaitannya dengan takdir dan kekuasaan Allah).

Adapun pelarangan masuk terhadap suatu tempat yang terdapat tha’un (wabah menular), karena itu merupakan perbuatan preventif (pencegahan). [Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 16453]

Hal ini diperkuat dengan hadis, bahwa Allah-lah yang menciptakan pertama kali penyakit tersebut. Ia tidak menular, kecuali dengan IZIN ALLAH. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, seorang lelaki berkata kepada Nabi ﷺ, bahwa unta yang berpenyakit kudis ketika berada di antara unta-unta yang sehat, tiba-tiba semua unta tersebut terkena kudis. Maka beliau ﷺ bersabda:

فَمَنْ أَعْدَى الْأَوَّلَ ؟

“Kalau begitu siapa yang menulari (unta) yang pertama?” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Bagaimana Kita Menyikapinya?

Tidaklah Allah menetapkan sesuatu, kecuali penuh dengan hikmah dan keadilan-Nya. Apapun penyakit yang kita dengar sebagai penyakit yang mematikan, semua itu mengingatkan kepada kita, betapa lemahnya manusia, dan betapa kuasanya Allah.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.