Tuesday 17 September 2019

Kekayaan Sejati Terletak Pada Sifat Qanaah


Oleh karena pentingnya kekayaan hati ini, Umar radhilallahu ‘anhu pernah berpesan dalam salah satu khutbahnya:

تَعْلَمُونَ أَنَّ الطَّمَعَ فَقْرٌ، وَأَنَّ الْإِيَاسَ غِنًى، وَإِنَّهُ مَنْ أَيِسَ مِمَّا عِنْدَ النَّاسِ اسْتَغْنَى عَنْهُمْ

Tahukah kalian, sesungguhnya ketamakan itulah kefakiran.
Dan sesungguhnya tidak berangan-angan panjang merupakan kekayaan.
Barang siapa yang tidak berangan-angan memiliki apa yang ada di tangan manusia, niscaya dirinya tidak butuh kepada mereka” [HR. Ibnu al-Mubarak dalam az-Zuhd: 631].



Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiallahu ‘anhu pernah berwasiat kepada putranya:
Wahai anakku, apabila engkau meminta kecukupan, maka carilah dalam qanaah. Sesungguhnya dia adalah harta yang tak akan habis. Dan waspadalah engkau dari tamak, karena hal itu adalah kefakiran yang nyata.” [al-Mustatrof hal. 124]

Abu Hazim az-Zahid pernah ditanya:
مَا مَالُكَ؟
Apa hartamu?

Beliau menjawab:
لِي مَالَانِ لَا أَخْشَى مَعَهُمَا الْفَقْرَ: الثِّقَةُ بِاللَّهِ، وَالْيَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
Saya memiliki dua harta, dan dengan keduanya saya tidak takut miskin. Keduanya adalah:
  • Ats-tsiqqatu billah (yakin kepada Allah atas rezeki yang dibagikan) dan
  • Tidak mengharapkan harta yang dimiliki oleh orang lain."
[Diriwayatkan Ad Dainuri dalam Al Mujalasah (963); Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 3/231-232].

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.